Ilustrasi menulis. (Foto: Pixabay.com)
BEWARAPERS.ID, Cianjur - Menulis. Apa yang ada di benak kamu ketika membaca kata itu? Apakah tentang mencatat tugas? Puisi? Atau caption aesthetic di Instagram? Hahaha. Itu semua nggak salah, kok. Sama-sama berasal dari menulis.
Tapi, bagiku menulis itu lebih luas daripada sekadar status WhatsApp atau Tweet nyeleneh yang tiap hari saya post. Menulis berhasil merubah hidupku lebih banyak dari yang dikira oleh orang banyak.
Semuanya bermula ketika aku masih duduk di kelas 8 SMP. Aku adalah siswa yang memiliki rasa penasaran tinggi. Orangnya kepo, tapi nggak rempong, ya. Melihat majalah dinding kosong melompong di sekolah, menjadi pemicu aku menulis.
Ketika sekolah lain memiliki mading yang menarik, sekolahku memiliki mading yang isinya cuma nama-nama siswa yang remedial ketika UTS atau UAS. Akhirnya, aku berpikir untuk mengisinya dengan berita seputar sekolah.
Bagaimana bisa? Aku tidak bisa menulis berita? Kumulai dengan mewawancarai ketua OSIS. Tentang keorganisasian dan sebagainya. Selanjutnya, aku susun hasil wawancara dengan meniru pola penulisan berita di media online.
Saat itu, aku menulis di warnet. Menysisihkan uang Rp500 untuk print hasil berita dan datang paling pagi agar bisa menempelkan karya jurnalistikku di mading. Setelah itu, rasa bangga pun muncul.
Memasuki MA, ada ekskul bernama Karya Ilmiah dan Jurnalistik (KIJ). Aku belajar banyak tentang jurnalistik di sana, bersama guru yang tak pernah kulupakan, Almarhum Pak Lily Azies Saleh. Di situ aku menulis untuk Majalah ISMA, punya sekolahku.
Setiap menerbitkan tulisan, aku mendapatkan honor walau nggak seberapa. Tapi, rasa bangga itu memicuku untuk terus menulis dan bercita-cita untuk menjadi jurnalis dan penulis.
Tiga tahun di KIJ, tidak akan pernah sia-sia. Dari sana aku belajar tentang menulis banyak hal; puisi, cerpen, berita, feature, karya ilmiah. Bahkan, belajar fotografi dan videografi.
Menuju wisuda MA, aku mencari kerja. Melalui link dari guru Seni Budaya, aku menjadi wartawan magang di salah satu media online yang sangat baru saat itu. Dan, dihadapkan langsung dengan kontestasi politik Pilpres 2019.
Berjalan menjadi jurnalis yang 'hampir' dikenal seantero Kota Santri, aku pun berkuliah. Awalnya kuliah di STIE Muhammadiyah Bandung. Namun, kampusku merger dengan UM Bandung.
Karir jurnalistikku cukup mulus. Punya banyak teman di kalangan wartawan, baik yang senior atau satu angkatan. Bahkan, namaku sudah terpampang di Dewan Pers sebagai wartawan tersertifikasi setelah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) pada 2020.
Selama 3 tahun menjadi jurnalis, aku pun belajar tentang banyak hal lain. Digital marketing, social media strategist, SEO, website developing, dan lain-lain. Sampai akhirnya, karena masalah internal, aku memutuskan berhenti menjadi jurnalis.
Kini, saya bekerja sebagai social media strategist dan desainer grafis untuk sebuah perusahaan korporat yang berbasis di Depok. Tapi, saya tidak berhenti menulis. Bagaimana bisa? Di mana aku menulis?
Aku menulis untuk diriku sendiri dan orang lain. Selain itu, aku memiliki beberapa klien yang memintaku menulis konten dengan biaya yang diatur semauku. Juga, aku menulis secara lepas untuk beberapa media nasional dan mendapatkan honor dari situ. Kemana pun aku pergi, menulis takkan pernah kutinggalkan.
Kini, aku membangun sebuah media online bertema teknologi, gadgetrame.com. Website yang kubuat dengan susah payah, coding sendiri, desain UI/UX sendiri, sampai menulis pun sendiri. Tapi, aku yakin suatu saat media yang kubuat akan menjadi besar.
Selain itu, aku membangun website untuk UKM Bewara. UKM yang mengingatkanku pada KIJ. Jadi, sudah seharusnya aku berkontribusi banyak untuk UKM ini. Sebab, aku yakin UKM ini akan melahirkan banyak kreator yang andal dan baik.
Aku berani mengeluarkan uang pribadi untuk developing website Bewara. Entah, aku merasa ada panggilan yang menyeruku untuk bisa mengembangkan UKM ini.
Hingga kini, menulis akan tetap menjadi hobi dan rutinitasku. Ya, mungkin juga jadi pekerjaan karena bisa menghasilkan uang. Tapi, menulis lebih luas dari itu. Menulis mengubah hidupku. Dengan menulis, aku lebih memahami siapa aku dan untuk apa aku hidup di dunia ini.