![]() |
(Foto:powerpoint materi webinar) |
BEWARAPERS.ID, Bandung - Bagi sebagian orang mungkin bertanya-tanya, apa itu jurnalisme kuning? Dari mana asalnya dan apa artinya? Penjelasan tersebut disampaikan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Momentum Universitas Langlangbuana yang menggelar webinar Journalism Education dengan tema “Bijak menyaring berita dalam maraknya jurnalisme kuning pada media publik” (18/9).
Penyampaian jurnalisme kuning yang kian hari marak terjadi di media massa Indonesia menciptakan keresahan bagi masyarakat, di mana media yang seharusnya memberikan informasi yang akurat dan bersih, namun pada praktiknya malah ditunggangi oleh kepentingan pribadi untuk menarik traffic view semata tanpa mengedepankan kode etik jurnalistik.
Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Langlangbuana yaitu Momentum memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai jurnalisme kuning ini.
Ketua pelaksana dari webinar ini yaitu Melani Siti Nurfauziah mengucapkan rasa terimakasih kepada seluruh panitia dan peserta yang terlibat. “Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada para panitia yang terlibat dalam suksesnya acara pada pagi hari ini yaitu Webinar Journalism Education yang bertema “Bijak menyaring berita dalam Maraknya Jurnalisme Kuning Pada Media Publik”. Semoga dengan diadakannya Webinar pada kali ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat”. Ucap nya saat sambutan berlangsung.
![]() |
(Foto: Yudha Maulana/Asisten Redaktur Detik Jabar) |
Yudha Maulana (asisten redaktur Detik Jabar) menjelaskan bahwa praktik jurnalisme kuning ialah jurnalisme pemburukan makna, adanya penyimpangan yang terjadi sehingga tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik yang seharusnya. Jurnalisme kuning berorientasi pada 3 hal yaitu seks, kekerasan, dan kriminalitas yang dibumbui oleh media untuk menarik OPLAH atau traffic view pada audiens. Dapat disimpulkan bahwa hanya jurnalisme kuning ialah penyimpangan di dalam ranah jurnalistik dengan tidak mengedepankan kode etik jurnalistik. Awal mula adanya jurnalisme kuning ialah adanya tokoh yaitu Joseph Pulitzer.
Di Indonesia sendiri, jurnalisme kuning hadir di era demokrasi liberal (1950-1959). Pada era demokrasi liberal, surat kabar ditunggangi partai politik dan saling menyerang untuk menjatuhkan satu sama lain. Tak hanya partai politik, tapi koran Belanda dan China juga turut meramaikan. Istilah koran kuning di Indonesia muncul tahun 1952 dari mulut dr. Soemitro.
Jurnalisme click bait terkesan membombardir judul berita dengan trilogi seks, kekerasan dan kriminalitas. Tidak sesuai dengan kode etik pers, berlebihan, bombastis dan sadis. Seakan para pelaku kejahatan seperti dimenangkan hanya dengan tujuan agar berita ramai dibaca masyarakat. Praktik ini sangat merugikan korban maupun para pembaca karena merasa ditipu oleh berita yang tak lengkap dan tak sesuai dengan judul. Selain itu, audiens berpotensi untuk meniru atau mengimitasi bacaan atau tontonan dari media yang dikonsumsinya.
Sebagai tambahan, Yudha juga mengatakan hoax berasal dari informasi yang tidak utuh. Maka dari itu kita harus lebih teliti lagi dalam membaca dan percaya kepada berita. Pada akhir webinar ditutup oleh statement yang menarik. Jurnalisme saat ini berjalan di atas utas yang tipis, wartawan harus tetap berpegang pada tuntunan etik supaya dirinya dan warga selamat.
Wartawan: Anggi, Arista, dan Prita.
Editor: Anggi, dan Prita.