Anggota DPR RI Komisi IV Andi Akmal Pasluddin dari PKS.(Foto: dpr.go.id) |
BEWARAPERS.ID, Jakarta - Rapat Gabungan Komisi IV, Komisi VI, dan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Kamis (17/2/2022) batal dilaksanakan.
Menurut informasi, tidak hadirnya Muhammad Lutfi menjadi penyebab utama rapat gabungan batal dilaksanakan. Hal ini pun memunculkan kekecewaan dari seluruh peserta dan institusi yang hadir. Sebab, persoalan pangan yang kini sedang dihadapi masyarakat perlu segera dituntaskan.
Anggota DPR RI Komisi IV Andi Akmal Pasluddin dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjelaskan, para pimpinan komisi di DPR dan menteri-menteri lain sudah hadir kecuali Menteri Perdagangan.
Selain itu, rapat gabungan juga tidak dapat diwakilkan. Dirinya menilai, pihak yang hadir telah membatalkan seluruh agenda agar bisa membahas penyelesaian persoalan pangan yang selama tiga bulan terakhir sudah memunculkan gejolak di masyarakat.
Tidak hanya itu, pimpinan DPR juga sudah mengosongkan jadwal agar bisa memimpin rapat. Sebab, secara aturan rapat gabungan perlu dikepalai oleh pimpinan DPR. Selain itu, jelas Andi Akmal, dalam waktu dekat, DPR akan memasuki masa reses.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Gubernur Jabar Minta Kepala Daerah Tak Lengah
Hal ini membuat agenda rapat yang akan datang bisa berbenturan dengan agenda kunjungan kerja atau kunjungan daerah pemilihan.
“Terlebih, rapat gabungan sangat strategis dilakukan sehingga pengendalian harga pangan pokok dapat segera dilakukan secara efektif dan efisien”, tutur Andi Akmal dikutip Kompas.com, Sabtu (19/2/2022).
Legislator asal Sulawesi Selatan II tersebut mengatakan, pembahasan rapat gabungan akan menyisir persoalan rantai pasok pangan dari hulu sampai hilir. Salah satunya ialah masalah pupuk, baik subsidi dan pupuk tak bersubsidi.
Persoalan pupuk, kata dia, telah berlangsung selama puluhan tahun dan masih belum diselesaikan. Lalu, anggaran pupuk bersubsidi sebesar Rp 15-32 triliun yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih belum berhasil menyelesaikan persoalan pupuk bagi petani.
Masalah ini meliputi kurangnya stok pupuk subsidi, kenaikan harga pupuk nonsubsidi sampai dua kali lipat, dan peredaran pupuk palsu di lapangan. Bahkan, efek lanjutan persoalan pupuk juga berujung pada penurunan produksi pertanian.
“Akibatnya, pemerintah mengambil solusi impor bahan pangan untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi sendiri,” ujar dia.
Indikasi Kecurangan
Andi Akmal mengatakan, harga pupuk nonsubsidi yang tinggi sudah memicu pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memakai pupuk bersubsidi. Padahal, mereka tidak berhak menggunakannya.
Selain itu, alokasi pupuk subsidi pun cuma sebesar 8,87-9,55 juta ton. Jumlah tersebut hanya memenuhi kebutuhan 37-42 persen dari total kebutuhan. Padahal, anggaran yang telah digelontorkan mencapai Rp 63-65 triliun.
Dalam menyelesaikan masalah ini, lanjut Andi Akmal, pemerintah dapat mengganti pola subsidi pupuk subsidi atau memenuhi anggaran yang dibutuhkan.
Kehadiran Menteri ESDM bisa memberi gagasan dan tata laksana agar bisa memenuhi pasokan dan harga gas untuk produksi pupuk sehingga efektif dan efisien.
“Selama tidak diganti pola subsidinya atau tidak dipenuhi jumlah kebutuhannya, persoalan pupuk akan terus ada. Akibatnya, produksi pangan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan pemerintah mengambil solusi impor”, kata Akmal.
Soal rapat gabungan, Andi Akmal menilai, DPR memiliki pilihan penundaan rapat di awal sidang seusai reses atau di masa reses terdapat sidang khusus. Walaupun begitu, ia menyarankan pemerintah agar rapat dipercepat agar permasalahan pangan bisa cepat teratasi.
Baca Juga: Jadi Revolusi Informasi, Prodi Ilkom UM Bandung Gelar Seminar Jurnalisme Profetik
Ia memberikan contoh, banyak ibu rumah tangga menghadapi masalah kelangkaan minyak goreng selama tiga bulan terakhir. Seandainya ada, harga minyak goreng telah melambung tinggi. Kondisi ini dinilai amat memprihatinkan.
Selain itu, masalah lainnya ialah harga kedelai yang naik di pasaran. Hal ini memicu pembuat tahu dan tempe menurunkan produksi sampai 30 persen.
“Saya berharap, pada rapat gabungan berikutnya, semua menteri dapat hadir. Dengan demikian, persoalan pangan yang perlu melibatkan beberapa institusi negara dapat segera teratasi. Selama masih ada operasi pasar, persoalan pangan berarti belum selesai,” tutup dia.(afs)