Perjuangan Nasyiatul 'Aisyiyah Dibalik Genjatan Jepang dan Tragedi PKI 

Cursus Kegiatan Wanita (CKW) Naisjiah Guguk, Kubang, pada 10 September 1952 (Sumber: Koleksi Pusdalitbang) 



BEWARAPERS.ID, Bandung (29/11) - Nasyiatul Aisyiyah ini menjadi organisasi kader dan tunas Aisyiyah. Para putri Nasyiatul Aisyiyah ini dikader langsung oleh ibu Aisyiyah melalui pengajaran materi keaisyiyahan guna mempersiapkan estafeta perjuangan Aisyiyah. 

Pada masa pendudukan Jepang, aktivitas yang dilakukan oleh Nasyiatul Aisyiyah tidak bisa dijalankan sepenuhnya, hanya pengajian rutin kepada remaja putri. Para anggotanya sibuk dengan perjuangan memerdekakan Indonesia. Tahun 1952 akhirnya Nasyiatul Aisyiyah bangkit kembali dengan menerbitkan buku daftar keanggotaan Nasyiatul Aisyiyah. 

Dalam kebangkitannya, pasca kemerdekaan Indonesia ini Nasyiatul Aisyiyah krisis kader karena sudah banyak anggota yang menikah dan harus masuk ke Aisyiyah. Program-program pengkaderan mulai direncanakan dan didukung oleh Aisyiyah dalam Muktamar Aisyiyah ke-33 di Purwokerto. 

Bidang Dakwah segera disiagakan dalam kursus-kursus dan pelatihan kader karena kebutuhan mendesak pasca tragedi PKI tahun 1965. PKI menjadi salah satu tantangan terbesar yang mencekam saat itu, tetapi pengajian NA harus tetap berlanjut menyesuaikan keadaan masyarakat. 

Popularitas yang diperjuangkan oleh Nasyiatul Aisyiyah ini melalui lisan dan tulisan. Popularitas lisan dilakukan melalui pengajian, pidato, sarasehan, kursus, paduan suara, dan seni drama. Adapun secara tulis melalui majalah, brosur, dan poster. Tak tertinggal juga popularitas berbentuk tindakan nyata, yakni bakti sosial, mengadakan pameran, dan baris berbaris. 

Masuk tahun 1990-an pengkaderan Nasyiatul Aisyiyah menemukan titik terang dengan menggencarkan konsep yang lebih inovatif yakni "Dakwah Terpadu". 



Penulis: Ziyan Dini Hunafa (Tim Media Centre Muktamar XIV Nasyiatul 'Aisyiyah) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama