![]() |
Bumi Allah (Foto: @ALFHIALGHZI). |
BEWARAPERS.ID - Tidak terasa, Ramadhan telah sampai di penghujung jalan, tapi rasanya tidak banyak yang bisa aku ambil dan pelajari darinya. Aku rasa hanya sedikit saja perubahan yang berarti dalam diri ini.
Hanya sebatas niat saja, bahkan mendapat predikat bertaqwa saja aku masih sangat jauh untuk sampai di tahap itu.
Bertambahnya usia, bertambah pula beban dan tugas-tugas yang harus aku pikul setiap harinya, ambisi dan cita cita yang selalu aku kejar dan usahakan. Aku fikir semua itu akan semakin mendekatkan aku kepada Pencipta-Nya, tapi ternyata aku malah jauh dari-Nya karena sibuk mengejar tugas-tugas dunia yang terlampau menyibukkan ini.
Aku rindu diri kecilku yang selalu semangat menyambut Ramadhan tiba,
Aku rindu diri kecilku yang selalu semangat berlari ke surau untuk mengaji dan menuntut ilmu pada saat Ramadhan tiba,
Aku rindu diri kecilku yang semangat berlomba-lomba mengkhatamkan tilawah 30 Juz dengan teman temanku,
Aku rindu diri kecilku yang selalu semangat berlari ke masjid untuk melaksanakan tarawih.
Dalam hening malam itu aku terduduk lemah sambil menatap langit indah yang bertabur bintang. Ramadan, jika di separuh terakhir ini kau izinkan aku untuk berbincang dan berdialog denganmu, izinkan aku bertanya dan mencurahkan sedikitnya dari kisah ku
“Mengapa rasanya berat sekali untuk bisa meniru Imam Syafi’i yang mampu mengkhatamkan Al-Qur’an 60 kali dalam sebulan? Apakah ruang dalam hati ini tak cukup luas untuk menampung ketenangan dalam perjalanan untuk menyambutmu ?,”
Ramadhan, aku takut, jika puasaku ini hanya sebatas menahan lapar dan dahaga, karena aku yakin jika puasa ini hanya sekedar itu mungkin anak-anak yang merintih di sepanjang jalan kota ini pun lebih beriman daripada aku.
Sekian lama aku terdiam, dadaku terasa sesak, tanpa sadar air mataku jatuh. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku, aku pun menoleh kemudian ia bertanya dengan lembut,
“Apakah kamu pernah berfikir mengapa kamu merasa begitu bahagia ketika bertemu Ramadan dan merasa begitu kehilangan ketika sebentar lagi kamu akan ditinggalkan olehnya?,”
“Tidak,” jawabku.
“Sebab Allah telah menciptakan demikian. Bagi Ramadan, hatimu adalah rumahnya.”
Mendengar itu aku pun tersenyum.
“Satu lagi, ada dua kebahagiaan bagi mereka yang berpuasa pada Ramadan.”
“Apa itu?” tanyaku,
“Ketika ia berbuka, dan ketika ia bersujud lalu berjumpa dengan Pencipta-Nya.”
Mendengar semua itu, kembali aku tak mampu menahan air mataku.
“Ramadan, jangan pergi!” pintaku
Hening, tak ada jawaban.
“Ramadhan, jangan pergi, ya?” dengan air mata yang berjatuhan, pintaku sekali lagi.
“Tidak, aku harus segera pergi.” jawabnya sambil berlalu.
Sekali lagi, di bulan kebaikan ini, bulan yang penuh rahmat dan ampunan ini, jaga diri, perbaiki hati dan perbaiki diri. Karena boleh jadi, Ramadan tahun ini adalah Ramadan terakhir bagi kita.
Jika di bulan suci ini kita tidak mampu untuk memperbanyak amal sholeh lantas, di bulan apalagi kita mampu untuk memperbaiki diri dan memperbanyak amal sholeh?
Sejauh apapun kita berusaha mengejar apapun yang kita inginkan, garis finish nya tetap kematian.
Sejauh apapun kita berlari dan berusaha mengejar kenikmatan dunia, akhirat akan tetap menjadi tempat pulang bagi kita semua.
Mari duduk dan beristirahat sejenak, barangkali kita terlalu lelah dalam mengejar ambisi dunia ini.
Mari sedikit merenung dan bertanya pada diri sendiri apakah apa yang mati-matian kita kejar hari ini, materi, harta, popularitas, dan sebagainya akan menemani kita di alam kubur kelak?
Hati kecil kita disana yang akan menjawabnya.
Pada akhirnya, teman yang akan membersamai kita di alam kubur hingga menuju akhirat nanti adalah amal baik kita.
Maka jangan berhenti untuk melakukan kebaikan, melakukan yang terbaik dan menjadi orang yang baik.
Tulisan ini ditulis agar menjadi pengingat bagi penulis dan siapapun yang membacanya, bukan merasa paling benar apalagi menggurui karna penulis pun masih jauh dari kata baik dan sempurna.
WallahuAlam
Penulis: Ummu Qiyadah
Editor: Adeva Rizky Yudithia