Rindu Tak Bertepi

 

(Sumber foto: Pinterest)

 

Rindu itu seperti angin malam datang diam-diam dengan dinginnya menusuk dada secara perlahan, tapi tak bisa kamu usir dengan selimut hangat atau lampu terang. Ia muncul tanpa aba-aba. Tinggal terlalu lama di dada. Dan saat pergi pun, ia tak pernah benar - benar lenyap hanya bersembunyi di sela-sela waktu yang lengang.

Orang - orang bilang, waktu akan membuat semuanya membaik. Tapi, ternyata waktu hanya membuatku lebih pandai menyimpan luka. Lebih tenang di permukaan, tapi riuh dalam diam. 

Aku tidak tahu bagaimana caranya melupakan. Yang kutahu hanyalah mengenang. Mengenang tawa yang pernah begitu hangat, percakapan larut malam yang membuat waktu seolah berhenti, rahasia yang kau titipkan dalam bisik pelan, kenangan yang kita lalui bersama, serta pelukan hangat yang kini tinggal bayangan samar di ujung ingatan.

Kita tak pernah berbicara soal perpisahan. Tak pernah menduga bahwa akan ada hari di mana kita saling diam. Bukan karena pergi, tapi karena berubah. Bukan karena salah, tapi karena waktu yang menciptakan jarak yang tak bisa kita jembatani.

Lucu, ya? 

Dulu, kau seperti rumah. Kini, bahkan menyapamu terasa seperti mengetuk pintu yang tak lagi mengenal siapa aku.

Kadang aku bertanya - tanya, jika kita bertemu lagi di jalan yang tak sengaja, di suasana yang tak direncanakan, akankah kamu mengenali tatapanku? Atau kita hanya akan saling lewat, membawa rindu yang tak sempat diucap?

Kalau pun benar itu terjadi, izinkan aku mengatakan satu hal, tanpa harapan kamu menjawabnya: “Hari-hariku tetap berjalan, tapi rindu itu belum benar-benar pergi.”

 

Penulis: Rin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama